Sabtu, 17 Mei 2014

Contoh Cerpen (Menyesal)

Menyesal
Saat itu Nindya berada di kamarnya, Ia duduk di kursi dan di dampingi buku-buku tebal yang seakan mengantre untuk dipelajari. Besok, Ia akan mengikuti Kompetisi Matematika.Ia bertekad untuk bisa sukses di kompetisi itu, Ia sangat ingin dirinya bisa membuktikan apa yang Ia bisa. Terlepas dari semua impian itu, Nindya kebingungan untuk memilih buku mana yang akan Ia pelajari terlebih dahulu. Mengingat waktu yang sempit, Ia segera mengambil buku yang berisi soal-soal yang sering Ia pelajari sebelumnya. Ia membuka buku itu dan hanya melihat soal-soal yang kira-kira belum dipahami. Setelah itu, Ia kembali mengambil buku yang lain. Kepalanya semakin pusing meliahat jejeran soal-soal dan ratusan rumus yang baginya sangat sulit. Waktu semakin cepat berjalan. “ Hmm, soal seperti ini mungkin tidak akan muncul pada saat kompetisi, jadi aku tidak perlu mempelajari yang ini” gumam Nindya dalam hati. Nindya terpaksa menebak-nebak materi yang akan dilombakan, bahkan banyak materi yang tidak Ia pelajari, sebab Ia ingin memantapkan materi yang lainnya. Ia harus bisa mengejar waktu, karena Ia ingin materi yang ia pelajari lumayan banyak. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 20.00. Nindya merasa sangat mengantuk, karena hampir seharian Ia belajar. Nindya tidur dan menyetel alarm pukul 05.45.
Kringg.... krinngg..
Alarm di handphone yang disetel Nindya berdering. “Jam 6” bisik Nindya sambil menguap. Seluruh badannya serasa sulit untuk digerakkan, matanya juga masih berat untuk dibuka. Namun, Ia segera memaksakan dirinya untuk bangun. Nindya segera mandi dan bersiap-siap. Setelah selesai, Ia berangkat ke tempat kompetisi bersama peserta yang lainnya.
“Kamu sudah belajar Nin?” tanya Rita salah satu peserta yang satu sekolah dengannya.
“Sudah lumanyan Ta, bagaimana denganmu?”
“Sama sepertimu” jawab Rita.
“Kalau kamu Tia?” tanya Nindya kepada Tia.
“Belum” kata Tia santai.
“Huu, bohong tuh Tia, kemarin aku sms dia dan tidak dibalas, pasti dia sibuk belajar” seru Rita.
Di perjalan mereka saling berbincang-bincang, seperti katak ditimpa kemarau, mereka sangat ramai memperbincangkan hal-hal yang menyenangkan bagi mereka.
Merekapun tiba di tempat kompetisi.
“Ta, kayaknya semuanya orang-orang pintar” kata Tia
“Semuanya? Berarti kita juga” jawab Rita
Mendengan perbincangan Tia dan Rita, Nindya berpikir “Apa aku orang pintar? Dan  apa aku bisa seperti mereka-mereka yang sering mendapat juara?”
Nindya semakin cemas, bagaimana nanti kalau soal-soal yang Ia pelajari tidak keluar dalam kompetisi. Waktu menunjukkan pukul 08.00, semua peserta harus masuk ke ruangan yang telah ditentukan oleh panitia. Nindya berada di kursi paling depan, Ia berusaha untuk tidak takut karena Ia tahu hal tersebut akan merusak konsentrasinya. Seluruh soal dibagikan kepada semua peserta. Waktu untuk mengerjakan soal telah tiba. Nindya membuka halaman pertama, Ia dengan mudah bisa mengerjakannya karena Ia sudah pernah mempelajarinya. Ketika Ia membuka halaman kedua, ada beberapa soal yang cara pengerjaannya Ia lupa. Konsentrasi Nindya mulai berantakan, karena ketika membuka halaman selanjutnya materi yang muncul adalah materi yang kemarin tidak Ia pelajari, waktu berjalan sangat cepat, Ia memutuskan untuk beralih ke soal lainnya. Soal-soal yang lain bisa Ia kerjakan dengan baik.
“Aduh, mudah-mudahan soal selanjutnya bisa ku kerjakan” gumam Nindya dalah hati
Ketika menginjak ke soal-soal berikutnya, tak disangka Ia seperti orang buta kehilangan tongkat, Ia hilang akal dan tak tentu apa yang akan diperbuat, karena hal yang sama terjadi yaitu Ia lupa cara pengerjaannya dan tidak dipelajari. Waktu sudah hampir habis, banyak soal yang masih ia kosongkan. Sambil menunggu waktu, Ia mencoba mengerjakan soal-soal yang tidak bisa Ia kerjakan.
“Adik-adik waktunya habis” seru salah seorang Panitia
“Waduh, bagaimana ini?” kata Nindya
Selesai atau tidak selesai pekerjaan harus dikumpul. Nindya pasrah akan hasil yang Ia peroleh nanti.
“Silahkan adik-adik meninggalkan ruangan, dan soal beserta lembar jawaban ditaruh di meja masing-masing” kata panitia.
Nindya keluar ruangan bersama peserta yang lain. Ia bertemu dengan teman-temannya dan menghampirinya.
“Rita bagaimana soalnya?” tanya Nindya
“Susah, aku banyak yang kosong” jawab Rita
“ Ya, sama sepertiku, aku pasrah saja ” lanjut Tia
Nindya segera membuka buku soal-soal yang dibawanya. Tak disangka, habis kelahi silat teringat, Ia baru ingat akan cara pengerjaan soal-soal yang Ia kosongkan tadi. Nindya hanya bisa menyesalinya.
Sambil menunggu pengumuman mereka berbincang-bincang tentang soal-soal tadi.
Tak beberapa lama kemudian, “Hasil lombanya sudah diumumkan” kata salah seorang siswa dari sekolah lain. Mendengar hal tersebut Nindya dan teman-temanya segera pergi ke tempat pengumuman. Setelah melihat kertas pengumuman itu, nama Nindya dan teman-temannya tidak tertera. Itu artinya mereka tidak masuk 10 besar dan tidak melanjutkan ke babak final.
Mereka bertiga sejenak terdiam.Menyesal, malu, marah pada diri sendiri, dan lain sebagainya, semua itu bercampur aduk dalam hati Nindya. Nindya sangat menyesal.
“Seandainya aku mempelajarinya sebelumnya, seandainya aku tidak lupa cara pengerjaannya, seandainya soal-soal yang muncul sudah pernah ku pelajari” gumam Nindya yang menyesal. Nindya seperti ingin bersembunyi di balik daun sehelai, Ia ingin menutupinya dari teman-temannya, tapi itu mustahil karena namanya dan teman-temannya tidak tercantum pada 10 besar.

Hanya Dinda yang masuk sepuluh besar di bidang Fisika, Dinda adalah teman sekelas Nindya. Ia tahu sebelum kompetisi Dinda sangat rajin mengerjakan soal-soal terutama di kelas. Nindya tahu penyesalan akan datang di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar