Menyesal
Saat itu Nindya
berada di kamarnya, Ia duduk di kursi dan di dampingi buku-buku tebal yang
seakan mengantre untuk dipelajari. Besok, Ia akan mengikuti Kompetisi
Matematika.Ia bertekad untuk bisa sukses di kompetisi itu, Ia sangat ingin
dirinya bisa membuktikan apa yang Ia bisa. Terlepas dari semua impian itu, Nindya
kebingungan untuk memilih buku mana yang akan Ia pelajari terlebih dahulu.
Mengingat waktu yang sempit, Ia segera mengambil buku yang berisi soal-soal
yang sering Ia pelajari sebelumnya. Ia membuka buku itu dan hanya melihat
soal-soal yang kira-kira belum dipahami. Setelah itu, Ia kembali mengambil buku
yang lain. Kepalanya semakin pusing meliahat jejeran soal-soal dan ratusan
rumus yang baginya sangat sulit. Waktu semakin cepat berjalan. “ Hmm, soal
seperti ini mungkin tidak akan muncul pada saat kompetisi, jadi aku tidak perlu
mempelajari yang ini” gumam Nindya dalam hati. Nindya terpaksa menebak-nebak
materi yang akan dilombakan, bahkan banyak materi yang tidak Ia pelajari, sebab
Ia ingin memantapkan materi yang lainnya. Ia harus bisa mengejar waktu, karena
Ia ingin materi yang ia pelajari lumayan banyak. Tidak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul 20.00. Nindya merasa sangat mengantuk, karena hampir seharian
Ia belajar. Nindya tidur dan menyetel alarm pukul 05.45.
Kringg.... krinngg..
Alarm di
handphone yang disetel Nindya berdering. “Jam 6” bisik Nindya sambil menguap.
Seluruh badannya serasa sulit untuk digerakkan, matanya juga masih berat untuk
dibuka. Namun, Ia segera memaksakan dirinya untuk bangun. Nindya segera mandi
dan bersiap-siap. Setelah selesai, Ia berangkat ke tempat kompetisi bersama
peserta yang lainnya.
“Kamu sudah belajar Nin?” tanya
Rita salah satu peserta yang satu sekolah dengannya.
“Sudah lumanyan Ta, bagaimana
denganmu?”
“Sama sepertimu” jawab Rita.
“Kalau kamu Tia?” tanya Nindya
kepada Tia.
“Belum” kata Tia santai.
“Huu, bohong tuh Tia, kemarin
aku sms dia dan tidak dibalas, pasti dia sibuk belajar” seru Rita.
Di perjalan
mereka saling berbincang-bincang, seperti katak ditimpa kemarau, mereka sangat
ramai memperbincangkan hal-hal yang menyenangkan bagi mereka.
Merekapun tiba di tempat
kompetisi.
“Ta, kayaknya semuanya
orang-orang pintar” kata Tia
“Semuanya? Berarti kita juga”
jawab Rita
Mendengan perbincangan Tia
dan Rita, Nindya berpikir “Apa aku orang pintar? Dan apa aku bisa seperti mereka-mereka yang
sering mendapat juara?”
Nindya semakin
cemas, bagaimana nanti kalau soal-soal yang Ia pelajari tidak keluar dalam
kompetisi. Waktu menunjukkan pukul 08.00, semua peserta harus masuk ke ruangan
yang telah ditentukan oleh panitia. Nindya berada di kursi paling depan, Ia
berusaha untuk tidak takut karena Ia tahu hal tersebut akan merusak konsentrasinya.
Seluruh soal dibagikan kepada semua peserta. Waktu untuk mengerjakan soal telah
tiba. Nindya membuka halaman pertama, Ia dengan mudah bisa mengerjakannya
karena Ia sudah pernah mempelajarinya. Ketika Ia membuka halaman kedua, ada
beberapa soal yang cara pengerjaannya Ia lupa. Konsentrasi Nindya mulai
berantakan, karena ketika membuka halaman selanjutnya materi yang muncul adalah
materi yang kemarin tidak Ia pelajari, waktu berjalan sangat cepat, Ia
memutuskan untuk beralih ke soal lainnya. Soal-soal yang lain bisa Ia kerjakan
dengan baik.
“Aduh,
mudah-mudahan soal selanjutnya bisa ku kerjakan” gumam Nindya dalah hati
Ketika menginjak
ke soal-soal berikutnya, tak disangka Ia seperti orang buta kehilangan tongkat,
Ia hilang akal dan tak tentu apa yang akan diperbuat, karena hal yang sama
terjadi yaitu Ia lupa cara pengerjaannya dan tidak dipelajari. Waktu sudah
hampir habis, banyak soal yang masih ia kosongkan. Sambil menunggu waktu, Ia
mencoba mengerjakan soal-soal yang tidak bisa Ia kerjakan.
“Adik-adik
waktunya habis” seru salah seorang Panitia
“Waduh, bagaimana
ini?” kata Nindya
Selesai atau
tidak selesai pekerjaan harus dikumpul. Nindya pasrah akan hasil yang Ia
peroleh nanti.
“Silahkan
adik-adik meninggalkan ruangan, dan soal beserta lembar jawaban ditaruh di meja
masing-masing” kata panitia.
Nindya keluar
ruangan bersama peserta yang lain. Ia bertemu dengan teman-temannya dan
menghampirinya.
“Rita bagaimana
soalnya?” tanya Nindya
“Susah, aku
banyak yang kosong” jawab Rita
“ Ya, sama
sepertiku, aku pasrah saja ” lanjut Tia
Nindya segera
membuka buku soal-soal yang dibawanya. Tak disangka, habis kelahi silat
teringat, Ia baru ingat akan cara pengerjaan soal-soal yang Ia kosongkan tadi.
Nindya hanya bisa menyesalinya.
Sambil menunggu
pengumuman mereka berbincang-bincang tentang soal-soal tadi.
Tak beberapa lama
kemudian, “Hasil lombanya sudah diumumkan” kata salah seorang siswa dari
sekolah lain. Mendengar hal tersebut Nindya dan teman-temanya segera pergi ke
tempat pengumuman. Setelah melihat kertas pengumuman itu, nama Nindya dan
teman-temannya tidak tertera. Itu artinya mereka tidak masuk 10 besar dan tidak
melanjutkan ke babak final.
Mereka bertiga
sejenak terdiam.Menyesal, malu, marah pada diri sendiri, dan lain sebagainya,
semua itu bercampur aduk dalam hati Nindya. Nindya sangat menyesal.
“Seandainya aku
mempelajarinya sebelumnya, seandainya aku tidak lupa cara pengerjaannya,
seandainya soal-soal yang muncul sudah pernah ku pelajari” gumam Nindya yang
menyesal. Nindya seperti ingin bersembunyi di balik daun sehelai, Ia ingin
menutupinya dari teman-temannya, tapi itu mustahil karena namanya dan
teman-temannya tidak tercantum pada 10 besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar