TAK ADA ROTAN AKARPUN JADI
(PEMBERDAYAAN REMAJA SEBAGAI KADER
POSYANDU PEDULI KESEHATAN ANAK DAN IBU)
Penulis : Ni Putu Windi Sukma Putri
Pada
era Globalisasi seperti sekarang ini kesehatan merupakan barang “mahal”.
Jangankan untuk biaya pengobatan, upaya pencegahanpun terkadang tak tanggung-tanggung merogoh kocek yang dalam. Sebagaimana kata
pepatah “Lebih baik mencegah daripada mengobati” sesungguhnya upaya pencegahan
memang merupakan jalan terbaik. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
mencegah adalah usaha untuk menahan atau menghalangi. Jika dikaitkan dengan
penyakit, menahan atau menghalangi penyakit bukanlah perkara yang sulit bila
kita sudah dibekali pengetahuan yang terkait dengan hal tersebut. Sekiranya,
masalah pengetahuan tersebutlah yang menyebabkan banyaknya kasus terkait dengan
kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan
fakta yang ada yaitu sebagian besar masyarakat di Nusa Tenggara, Maluku dan
Papua mengalami kenaikan kematian anak. Di Papua terutama di daerah pedalaman
angka kematian bayi menyandang predikat tertinggi di Indoensia yaitu 41 per
1000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi dari angka nasional yaitu 34 per 1000
kelahiran hidup. (nasional.kompas.com). Mengapa hal tersebut terjadi? Tentu
saja salah satu penyebabnya adalah kurangnya akses informasi dan pengetahuan
kepada masyarakat sekitar.
Dilihat dari fakta yang ada,
Indonesia memang mengalami pasang surut mengenai persoalan kesehatan ibu dan
anak. Angka-angka terkait persoalan kesehatan ibu dan anak sempat mengalami
penurunan namun di tahun berikutnya kembali mengalami peningkatan. Berdasarkan
data yang dimiliki oleh WHO, Indonesia berada di peringkat ketiga tertinggi
untuk kematian ibu di Negara ASEAN, peringkat pertama disandang Laos dengan 470
kematian ibu per 100.000 kelahiran dan paling kecil Singapura dengan 3 kematian
per 100.000 kelahiran. Selain itu, berdasarkan hasil Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SKDI) pada tahun 2012, angka kematian ibu meroket dari 228
pada 2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013. Tidak hanya
itu untuk masalah balita menurut laporan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar)
2013, kecenderungan setiap provinsi untuk balita kurang gizi adalah 19,6 persen
dan naik dari 18,4 persen.
Melihat kenyataan yang demikian
sangat disayangkan apabila angka-angka tersebut terus melonjak. Sebagaimana
kita ketahui bahwa kesehatan ibu dan anak sangat penting. Kemungkinan terburuk
dari rendahnya kesehatan ibu adalah kematian yang dialaminya. Dampak dari
kematian ibu dirasakan oleh berbagai pihak, pertama adalah anak dan keluarga
yang ditinggalkan. Terlebih apabila anak yang ditinggalkan masih kecil atau di bawah usia lima tahun akan
lebih rentan terserang penyakit dan gizi kurang sehingga berimbas pada meningkatnya angka kematian anak. Anak adalah
masa depan bangsa , tanpa anak-anak yang akan tumbuh menjadi remaja, apa
jadinya bangsa ke depannya? Kedua, akan terjadi kerugian secara finansial bagi
Negara. Apabila wanita dalam usia subur meninggal, maka ia akan terhilang
secara statistik dalam angkatan generasi produktif sehingga terjadi kerugian
tidak langsung bagi masyarakat maupun Negara. Selain itu Indonesia merupakan
salah satu Negara yang terikat dengan kesepakatan global yaitu MDGs (Milenium
Development Goals) sehingga Indonesia terus didorong untuk menekan AKI (Angka
Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) pada tahun 2015.
Namun upaya yang ditempuh untuk
menekan AKI dan AKB masih jauh panggang dari api. Langkah pemerintah dinilai
belum efektif karena berfokus pada tindak penanganan bukan pencegahan. Melemahnya kuantitas dan
kualitas pelayanan kesehatan serta kurangnya perbaikan gizi masyarakat terutama
ibu hamil juga merupakan faktor yang menyebabkan tingkat AKI dan AKB tinggi.
Melihat kenyataan yang demikian
perlu dioptimalkan kembali program-program pemerintah yang ada seperti
Posyandu. Posyandu merupakan singkatan dari Pos Pelayanan Terpadu yang
merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah
kerja Puskesmas, dimana pelaksanaannya dilakukan di setiap kelurahan atau RW.
Posyandu merupakan pos terdepan dalam mendeteksi gangguan kesehatan masyarakat
terutama ibu dan anak. Pada masa orde baru, Posyandu dengan fungsi pelayanan
informasi kesehatan pada ibu dan anak sangat efektif yaitu dapat menurunkan
angka kematian ibu dan anak (AKB) di Indonesia yang tergolong sukses selama 5
tahun dapat menurunkan AKB sebesar 73 per 1000 kelahiran hidup, menjadi 58 per 1000
kelahiran hidup. Berdasarkan fakta tersebut Posyandu sebenarnya dapat
menurunkan masalah kesehatan ibu dan anak salah satunya AKB. Hanya saja pihak
yang terkait belum menyadari potensi Posyandu sesungguhnya (Depkes, 1997).
Kegiatan pada Posyandu terdiri dari
kegiatan utama dan kegiatan pengembangan atau pilihan. Kegiatan utama mencakup
Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana (KB), Imunisasi, Gizi serta
Pencegahan dan Penanggulangan Diare. Kegiatan pengembangan atau pilihan adalah
dimana masyarakat dapat menambah kegiatan baru selain lima kegiatan utama.
Kegiatan tersebut misalnya Bina Keluarga Balita, Tanaman Obat Keluarga, Bina
Keluarga Lansia, Pos Pendidikan Anak Usia Dini dan berbagai program pembangunan
masyarakat desa lainnya. Siapa saja yang membutuhkan Posyandu? Semua anggota
masyarakat terutama bayi dan anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu
menyusui, pasangan usia subur, dan pengasuh anak. Kegiatan Posyandu biasanya dilakukan
sekali tiap sebulan.
Posyandu
merupakan tulang punggung kesehatan ibu dan anak. Mengapa demikian? Karena pada Posyandulah
ibu-ibu, anak-anak dan para kader bertemu saling berinteraksi. Sehingga, pada
kesempatan seperti itulah para kader dapat melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada
ibu-ibu yang hadir pada Posyandu.
Kegiatan
pada Posyandu tidaklah sekedar menimbang bayi, mencatat dan memberi vitamin A.
Tetapi, pemberian informasi tentang kesehatan ibu dan anak merupakan hal yang
penting. Para kader terutama di desa-desa harus mampu memberikan informasi
kepada para ibu mengenai kesehatan ibu dan anak.
Berbicara
tentang kader, kader adalah seseorang yang karena kecakapannya atau
kemampuannya diangkat, dipilih atau
ditunjuk untuk mengambil peran dalam kegiatan dan pembinaan Posyandu serta
telah mendapat pelatihan tentang KB dan kesehatan (Depkes RI, 1993). Sebagian
besar kader kesehatan adalah wanita dan anggota PKK yang sudah menikah dan
berusia 20-40 tahun dengan pendidikan sekolah dasar (Depkes RI,1995). Adapun
syarat-syarat untuk memilih calon kader menurut Depkes RI (1996) adalah; dapat
membaca dan menulis dengan Bahasa Indonesia, secara fisik dapat melaksanakan
tugas-tugas sebagai kader, tinggal tetap di desa yang bersangkutan, aktif dalam
kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya, dikenal masyarakat dan
dapat bekerjasama dengan masyarakat calon kader lainnya dan berwibawa.
Kader
kesehatan memiliki peran yang besar dalam upaya meningkatkan kemampuan
masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Selain itu peran kader adalah ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan
melalui kegiatan yang dilakukan salah satunya di Posyandu. Sesungguhnya
pembentukan kader merupakan salah satu metode edukatif untuk mengaktifkan
masyarakat dalam pembangunan khususnya bidang kesehatan. Dilibat – aktifkannya
masyarakat pada pembangunan kesehatan salah satunya didasarkan pada terbatasnya
daya dan dana di dalam operasional pelayanan masyarakat. Sehingga, pola pikir semacam
ini merupakan penjabaran dari pemahaman mengenai upaya meningkatkan kemampuan
masyarakat menolong dirinya sendiri. Jadi, dapat dikatakan bahwa kegiatan kader
dilaksanakan dari, oleh dan untuk masyarakat itu sendiri.
Peran
kader dalam penyelenggaraan Posyandu sangat besar karena selain sebagai pemberi
informasi kesehatan kepada masyarakat juga sebagai penggerak masyarakat untuk datang
ke Posyandu dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
Tetapi
berdasarkan fakta yang ada, sebagian besar kader Posyandu adalah ibu rumah
tangga yang memiliki beban ekonomi untuk keluarganya. Sehingga tidak sedikit
dari mereka yang terpaksa memilih kesibukan rumah tangga dibandingkan menjadi
kader. Selain itu dari segi pendidikan, kebanyakan ibu-ibu di desa yang
merupakan kader Posyandu memiliki riwayat pendidikan yang rendah. Meskipun
kenyataannya banyak kader Posyandu yang sarjana maupun tamatan SMA, namun tentu
saja pikiran dan ingatan mereka tentang
materi penyuluhan sudah tidak “tajam” seperti anak sekolah . Hal tersebut dikarenakan
mereka tak hingga menjangkau akses informasi terbaru yang didapat dari berbagai
gadget yang ada.
Dengan
adanya masalah seperti itu, saya selaku penulis memiliki usulan untuk
menjadikan remaja sebagai bagian dari kader posyandu. Ususlan tersebut lebih
ditekankan pada pemberdayaan dan pemanfaatan remaja sebagai seorang kader
Posyandu. Menurut Kartasasmita (1996), kata pemberdayaan terkait dengan
penggalian dan pengembangan potensi masyarakat. Setiap manusia dan masyarakat
memiliki potensi yang dapat dikembangkan, sehingga pemberdayaan adalah upaya
untuk membangun daya itu dengan mendorong, memberikan motivasi dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta untuk
mengembangkannya.
Mengapa
harus remaja? Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang
mengalami perkembangan pada semua
aspek/fungsi untuk memasuki dewasa (Sri Rumini 2004). Mereka yang dikategorikan
sebagai remaja adalah yang berusia 12 sampai 21 tahun. Pada umumnya remaja
masih mengenyam pendidikan di sekolah sehingga dari segi pendidikan remaja
berpotensi dijadikan sebagai kader Posyandu. Mengapa remaja berperan penting?
Remaja diibaratkan sebagai batang muda penentu nasib bangsa. Remaja yang akan
meneruskan jalannya roda pembangunan di Negara ini. Melalui pemberdayaan remaja
sebagai kader Posyandu diharapkan akan tercipta generasi penerus bangsa yang
cerdas dan mampu bersaing di era global.
Pemberdayaan
remaja sebagai kader posyandu memiliki manfaat yang tidak tanggung-tanggung.
Tidak hanya bermanfaat bagi para ibu dan
anak yang hadir di Posyandu, tetapi juga bermanfaat bagi dirinya, keluarga,
temannya, bangsa dan Negara. Pertama adalah bagi dirinya sendiri, tugas kader
posyandu begitu kompleks, tidak hanya sekedar melakukan penyuluhan tetapi ada
kegiatan imunisasi, pemeriksaan dan lain sebagainya. Bagi kader remaja tugas
yang diberikan adalah tugas penyuluhan dan tugas yang ringan. Dengan adanya tugas penyuluhan kepada remaja, secara
otomatis remaja akan belajar tentang materi-materi yang akan ia sosialisasikan,
setelah belajar tentu saja ia akan memahaminya. Sehingga hal ini bermanfaat
bagi kehidupannya ke depan, ia dapat tahu ilmu sejak dini , tahu cara penanggulangan penyakit, makanan bergizi,
dan hal-hal lain yang terkait. Apalagi bagi remaja putri yang suatu saat akan
menjadi seorang ibu, ia akan tahu sejak dini mengenai ibu dan anak. Dari sini
terlihatlah salah satu upaya pencegahan yaitu terkait pemberian pengetahuan.
Bagaimana bisa mencegah kalau tidak tahu? Kemudian yang kedua adalah bagi
keluarganya, orang tua sekarang sangat was - was terhadap maraknya kasus
kenakalan remaja, dengan anak remajanya menjadi kader Posyandu otomatis akan
memberi wawasan kepada anak mereka tentang materi mengenai kesehatan reproduksi
dan materi lain yang terkait. Ketiga adalah bagi teman-temannya, remaja
merupakan masa dimana seseorang aktif mencari kawan. Remaja yang dibekali
pengetahuan akan mentransfer ilmu yang dimiliki kepada teman-temannya. Keempat
adalah bagi bangsa dan Negara, Negara kita membutuhkan generasi muda (remaja)
yang cerdas dan berbudi luhur demi mendongkrak eksistensi Negara dan
komponennya. Sehingga dengan remaja yang tahu sejak dini tentang kesehatan ibu
dan anak, hal tersebut turut membantu upaya pemerintah dalam menurunkan kasus
mengenai kesehatan ibu dan anak.
Posyandu
Remaja (remaja sebagai kader Posyandu) ini memiliki peluang besar untuk
diimplementasikan. Di setiap desa/kelurahan/RT ada remaja bukan? Apalagi di
daerah Bali, ada yang dinamakan dengan Sekaa Truna Truni. Selain itu,
barangkali di daerah-daerah lain ada
organisasi kemasyarakatan yang beranggotakan remaja. Dengan demikian, kita bisa
menjaring para remaja dari organisasi-organisasi tersebut. Kalaupun tidak ada,
remaja-remaja di sekitar wilayah setempat dapat diberdayakan. Perangkat desa
bersama pihak terkait dapat memilih remaja-remaja yang berpotensi memberi
penyuluhan kepada masyarakat. Perangkat desa dapat menyebar brosur maupun
mengadakan pengumuman pada acara atau perkumpulan di desa masing-masing.
Pemilihan remaja ini didasarkan pada kemauan remaja bersangkutan serta
kemampuan yang dimilikinya. Bisa juga remaja yang ada pada suatu organisasi
kemasyarakatan ditugaskan menjadi kader secara bergilir. Sebelum diterjunkan langsung
pada Posyandu, tentu saja pihak terkait harus memberikan pembinaan kepada
remaja-remaja yang ada. Pembinaan yang diberikan harus disesuaikan dengan waktu
luang remaja mengingat remaja masih aktif dalam kegiatan sekolah. Disini desa
harus bekerjasama dengan sektor-sektor yang menangani masalah kesehatan seperti
Puskesmas (tenaga medis di Puskesmas) dan Bidan di desa untuk memberikan
pembinaan kepada remaja. Pembinaan yang dilakukan dapat berupa pemberian
materi, mengajarkan cara penyuluhan, mengajak observasi langsung pada kegiatan
Posyandu, membantu kegiatan Posyandu yang ringan (mencatat, ikut menimbang,
pemberian makanan tambahan, dan lain sebagainya). Setelah melakukan serangkaian
pembinaan tersebut, barulah remaja ditugaskan untuk melakukan penyuluhan-penyuluhan
kepada masyarakat. Tidak lupa, dalam proses pemberian penyuluhan remaja harus
didampingi oleh kader yang lebih berpengalaman. Kegiatan tersebut dilakukan
secara bergantian oleh remaja. Misalkan beberapa remaja memberi penyuluhan,
remaja lain bertugas pada pos pendaftaran, catat - mencatat, menimbang dan
lainnya. Sedangkan untuk tugas yang lebih sulit seperti memberi imunisasi jelas
harus dilakukan oleh ahlinya seperti bidan. Perlu dicatat bahwa,
pengimplementasian Posyandu Remaja ini bukan berarti mengganti seluruh kader
menjadi remaja. Akan tetapi, remaja-remaja turut membantu kader yang ada dalam
melaksanakan tugasnya dan tetap menyandang predikat “kader”.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan remaja di masing-masing desa sebagai
kader posyandu akan memiliki banyak keuntungan antara lain:
1. Mendapat
pengetahuan dan informasi kesehatan lebih dulu dan lebih lengkap.
2. Membiasakan
diri untuk menolong orang lain, berbicara di depan umum dan bersikap kritis
atas permasalahan kesehatan yang ada.
3. Citra
diri meningkat di masyarakat sebagai orang terpercaya dalam bidang kesehatan.
4. Membantu
program pemerintah dalam bidang edukasi dan kesehatan.
5. Potensi
dan keterampilan remaja meningkat.
6. Remaja
mampu bersosialisasi di masyarakat.
7. Meringankan
beban kader wanita PKK yang memiliki kesibukan terkait dengan beban hidup
(ekonomi, waktu luang dan lain sebagainya).
Melihat keuntungan-keuntungan tersebut,
tidak ada salahnya pemerintah mencoba merealisasikan Posyandu Remaja ini.
Menjadi kader merupakan kegiatan yang mulia karena mengabdi bagi masyarakat
secara sukarela.
Beranjak
dari hal tersebut, berbicara tidaklah semudah melakukan. Dalam
pengimplementasiannya pasti akan terdapat banyak kejadian yang melenceng dari
rencana. Namun, dengan adanya kemauan yang serius segala sesuatunya akan
berjalan lancar. Sekiranya terdapat beberapa kendala yang dapat diprediksikan
apabila Posyandu Remaja ini direalisasikan. Misalnya, apakah remaja mau menjadi
kader? Jawabannya tentu saja apabila didasarkan atas paksaan remaja akan
hengkang apalagi banyak remaja yang disibukkan oleh kegiatan sekolah. Kader
remaja ini tentu saja bukan dari seluruh remaja di tempat yang bersangkutan.
Dilakukan pemilihan dengan kriteria tertentu untuk menjadikannya sebagai kader.
Sehingga, pihak terkait harus meyakinkan bahwa kegiatan ini memang bermanfaat
bagi kader. Dapat pula kegiatan Posyandu Remaja ini dikaitkan dengan kegiatan
pada Sekaa Teruna Teruni yang ada. Kedua, akan banyak cemoohan dan sikap remeh
dari peserta Posyandu terhadap remaja yang umurnya jauh di bawah dan sudah
berani menyampaikan hal-hal yang belum pernah dialaminya. Contohnya tentang KB,
masa kehamilan, melahirkan dan lain sebagainya. Anggapan seperti itu memang
kerap kali terjadi, sehingga solusinya adalah remaja yang melakukan
kegiatan-kegiatan Posyandu tetap didampingi oleh kader yang lebih
berpengalaman. Selain itu, perlu diyakinkan bahwa si kader tidak bermaksud
menggurui tetapi hanya membagikan informasi penting yang berguna bagi peserta
Posyandu. Untuk kelancaran pelaksanaan Posyandu Remaja ini pemerintah perlu
turut serta mendukung dan memfasilitasi. Mungkin dengan memberi apresiasi
berupa penghargaan kepada para remaja yang menjadi kader Posyandu.
Akhir
kata saya selaku penulis berharap apa yang saya sampaikan melalui esai ini
bermanfaat. Sehingga, hendaknya kita bisa menelaah peribahasa “Tak Ada Rotan Akarpun
Jadi” yang artinya bisa memanfaatkan apa yang ada. Sama halnya dengan kita bisa
memanfaatkan dalam arti memberdayakan remaja sebagai kader Posyandu.
Berdayakanlah potensi yang dimiliki bangsa kita yaitu remaja. Sehingga dengan
diberdayakannya remaja menjadi kader Posyandu akan tercipta remaja yang peduli
dengan kesehatan terutama kesehatan ibu dan anak.
1 komentar:
BalasHapus