Sabtu, 17 Mei 2014

Esay Tentang Kesehatan Ibu dan Anak

Kali ini saya akan share karya esay saya dengan judul Tak Ada Rotan Akarpun Jadi (Pemberdayaan Remaja Sebagai Kader Posyandu Peduli Kesehatan Anak dan Ibu)

TAK ADA ROTAN AKARPUN JADI
(PEMBERDAYAAN REMAJA SEBAGAI KADER POSYANDU PEDULI KESEHATAN ANAK DAN IBU)
Penulis : Ni Putu Windi Sukma Putri
            Pada era Globalisasi seperti sekarang ini kesehatan merupakan barang “mahal”. Jangankan untuk biaya pengobatan, upaya pencegahanpun terkadang  tak tanggung-tanggung  merogoh kocek yang dalam. Sebagaimana kata pepatah “Lebih baik mencegah daripada mengobati” sesungguhnya upaya pencegahan memang merupakan jalan terbaik. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mencegah adalah usaha untuk menahan atau menghalangi. Jika dikaitkan dengan penyakit, menahan atau menghalangi penyakit bukanlah perkara yang sulit bila kita sudah dibekali pengetahuan yang terkait dengan hal tersebut. Sekiranya, masalah pengetahuan tersebutlah yang menyebabkan banyaknya kasus terkait dengan kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan fakta yang ada yaitu sebagian besar masyarakat di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua mengalami kenaikan kematian anak. Di Papua terutama di daerah pedalaman angka kematian bayi menyandang predikat tertinggi di Indoensia yaitu 41 per 1000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi dari angka nasional yaitu 34 per 1000 kelahiran hidup. (nasional.kompas.com). Mengapa hal tersebut terjadi? Tentu saja salah satu penyebabnya adalah kurangnya akses informasi dan pengetahuan kepada masyarakat sekitar.
            Dilihat dari fakta yang ada, Indonesia memang mengalami pasang surut mengenai persoalan kesehatan ibu dan anak. Angka-angka terkait persoalan kesehatan ibu dan anak sempat mengalami penurunan namun di tahun berikutnya kembali mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang dimiliki oleh WHO, Indonesia berada di peringkat ketiga tertinggi untuk kematian ibu di Negara ASEAN, peringkat pertama disandang Laos dengan 470 kematian ibu per 100.000 kelahiran dan paling kecil Singapura dengan 3 kematian per 100.000 kelahiran.   Selain itu, berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SKDI) pada tahun 2012, angka kematian ibu meroket dari 228 pada 2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013. Tidak hanya itu untuk masalah balita menurut laporan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013, kecenderungan setiap provinsi untuk balita kurang gizi adalah 19,6 persen dan naik dari 18,4 persen.
            Melihat kenyataan yang demikian sangat disayangkan apabila angka-angka tersebut terus melonjak. Sebagaimana kita ketahui bahwa kesehatan ibu dan anak sangat penting. Kemungkinan terburuk dari rendahnya kesehatan ibu adalah kematian yang dialaminya. Dampak dari kematian ibu dirasakan oleh berbagai pihak, pertama adalah anak dan keluarga yang ditinggalkan. Terlebih apabila anak yang ditinggalkan  masih kecil atau di bawah usia lima tahun akan lebih rentan terserang penyakit dan gizi kurang sehingga berimbas pada  meningkatnya angka kematian anak. Anak adalah masa depan bangsa , tanpa anak-anak yang akan tumbuh menjadi remaja, apa jadinya bangsa ke depannya? Kedua, akan terjadi kerugian secara finansial bagi Negara. Apabila wanita dalam usia subur meninggal, maka ia akan terhilang secara statistik dalam angkatan generasi produktif sehingga terjadi kerugian tidak langsung bagi masyarakat maupun Negara. Selain itu Indonesia merupakan salah satu Negara yang terikat dengan kesepakatan global yaitu MDGs (Milenium Development Goals) sehingga Indonesia terus didorong untuk menekan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) pada tahun 2015.
            Namun upaya yang ditempuh untuk menekan AKI dan AKB masih jauh panggang dari api. Langkah pemerintah dinilai belum efektif karena berfokus pada tindak penanganan  bukan pencegahan. Melemahnya kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan serta kurangnya perbaikan gizi masyarakat terutama ibu hamil juga merupakan faktor yang menyebabkan tingkat AKI dan AKB tinggi.
            Melihat kenyataan yang demikian perlu dioptimalkan kembali program-program pemerintah yang ada seperti Posyandu. Posyandu merupakan singkatan dari Pos Pelayanan Terpadu yang merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja Puskesmas, dimana pelaksanaannya dilakukan di setiap kelurahan atau RW. Posyandu merupakan pos terdepan dalam mendeteksi gangguan kesehatan masyarakat terutama ibu dan anak. Pada masa orde baru, Posyandu dengan fungsi pelayanan informasi kesehatan pada ibu dan anak sangat efektif yaitu dapat menurunkan angka kematian ibu dan anak (AKB) di Indonesia yang tergolong sukses selama 5 tahun dapat menurunkan AKB sebesar 73 per 1000 kelahiran hidup, menjadi 58 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan fakta tersebut Posyandu sebenarnya dapat menurunkan masalah kesehatan ibu dan anak salah satunya AKB. Hanya saja pihak yang terkait belum menyadari potensi Posyandu sesungguhnya (Depkes, 1997).
            Kegiatan pada Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan atau pilihan. Kegiatan utama mencakup Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana (KB), Imunisasi, Gizi serta Pencegahan dan Penanggulangan Diare. Kegiatan pengembangan atau pilihan adalah dimana masyarakat dapat menambah kegiatan baru selain lima kegiatan utama. Kegiatan tersebut misalnya Bina Keluarga Balita, Tanaman Obat Keluarga, Bina Keluarga Lansia, Pos Pendidikan Anak Usia Dini dan berbagai program pembangunan masyarakat desa lainnya. Siapa saja yang membutuhkan Posyandu? Semua anggota masyarakat terutama bayi dan anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui, pasangan usia subur, dan pengasuh anak. Kegiatan Posyandu biasanya dilakukan sekali tiap sebulan.
Posyandu merupakan tulang punggung kesehatan ibu dan anak.  Mengapa demikian? Karena pada Posyandulah ibu-ibu, anak-anak dan para kader bertemu saling berinteraksi. Sehingga, pada kesempatan seperti itulah para kader dapat melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada ibu-ibu yang hadir pada Posyandu.
Kegiatan pada Posyandu tidaklah sekedar menimbang bayi, mencatat dan memberi vitamin A. Tetapi, pemberian informasi tentang kesehatan ibu dan anak merupakan hal yang penting. Para kader terutama di desa-desa harus mampu memberikan informasi kepada para ibu mengenai kesehatan ibu dan anak.
Berbicara tentang kader, kader adalah seseorang yang karena kecakapannya atau kemampuannya  diangkat, dipilih atau ditunjuk untuk mengambil peran dalam kegiatan dan pembinaan Posyandu serta telah mendapat pelatihan tentang KB dan kesehatan (Depkes RI, 1993). Sebagian besar kader kesehatan adalah wanita dan anggota PKK yang sudah menikah dan berusia 20-40 tahun dengan pendidikan sekolah dasar (Depkes RI,1995). Adapun syarat-syarat untuk memilih calon kader menurut Depkes RI (1996) adalah; dapat membaca dan menulis dengan Bahasa Indonesia, secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader, tinggal tetap di desa yang bersangkutan, aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya, dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon kader lainnya dan berwibawa.
Kader kesehatan memiliki peran yang besar dalam upaya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader adalah ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan melalui kegiatan yang dilakukan salah satunya di Posyandu. Sesungguhnya pembentukan kader merupakan salah satu metode edukatif untuk mengaktifkan masyarakat dalam pembangunan khususnya bidang kesehatan. Dilibat – aktifkannya masyarakat pada pembangunan kesehatan salah satunya didasarkan pada terbatasnya daya dan dana di dalam operasional pelayanan masyarakat. Sehingga, pola pikir semacam ini merupakan penjabaran dari pemahaman mengenai upaya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya sendiri. Jadi, dapat dikatakan bahwa kegiatan kader dilaksanakan dari, oleh dan untuk masyarakat itu sendiri.
Peran kader dalam penyelenggaraan Posyandu sangat besar karena selain sebagai pemberi informasi kesehatan kepada masyarakat juga sebagai penggerak masyarakat untuk datang ke Posyandu dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
Tetapi berdasarkan fakta yang ada, sebagian besar kader Posyandu adalah ibu rumah tangga yang memiliki beban ekonomi untuk keluarganya. Sehingga tidak sedikit dari mereka yang terpaksa memilih kesibukan rumah tangga dibandingkan menjadi kader. Selain itu dari segi pendidikan, kebanyakan ibu-ibu di desa yang merupakan kader Posyandu memiliki riwayat pendidikan yang rendah. Meskipun kenyataannya banyak kader Posyandu yang sarjana maupun tamatan SMA, namun tentu saja pikiran dan ingatan  mereka tentang materi penyuluhan sudah tidak “tajam” seperti anak sekolah . Hal tersebut dikarenakan mereka tak hingga menjangkau akses informasi terbaru yang didapat dari berbagai gadget yang ada.
Dengan adanya masalah seperti itu, saya selaku penulis memiliki usulan untuk menjadikan remaja sebagai bagian dari kader posyandu. Ususlan tersebut lebih ditekankan pada pemberdayaan dan pemanfaatan remaja sebagai seorang kader Posyandu. Menurut Kartasasmita (1996), kata pemberdayaan terkait dengan penggalian dan pengembangan potensi masyarakat. Setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan, sehingga pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta untuk mengembangkannya.
Mengapa harus remaja? Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang mengalami perkembangan pada  semua aspek/fungsi untuk memasuki dewasa (Sri Rumini 2004). Mereka yang dikategorikan sebagai remaja adalah yang berusia 12 sampai 21 tahun. Pada umumnya remaja masih mengenyam pendidikan di sekolah sehingga dari segi pendidikan remaja berpotensi dijadikan sebagai kader Posyandu. Mengapa remaja berperan penting? Remaja diibaratkan sebagai batang muda penentu nasib bangsa. Remaja yang akan meneruskan jalannya roda pembangunan di Negara ini. Melalui pemberdayaan remaja sebagai kader Posyandu diharapkan akan tercipta generasi penerus bangsa yang cerdas dan mampu bersaing di era global.
Pemberdayaan remaja sebagai kader posyandu memiliki manfaat yang tidak tanggung-tanggung. Tidak hanya bermanfaat bagi  para ibu dan anak yang hadir di Posyandu, tetapi juga bermanfaat bagi dirinya, keluarga, temannya, bangsa dan Negara. Pertama adalah bagi dirinya sendiri, tugas kader posyandu begitu kompleks, tidak hanya sekedar melakukan penyuluhan tetapi ada kegiatan imunisasi, pemeriksaan dan lain sebagainya. Bagi kader remaja tugas yang diberikan adalah tugas penyuluhan dan tugas yang ringan. Dengan adanya tugas penyuluhan kepada remaja, secara otomatis remaja akan belajar tentang materi-materi yang akan ia sosialisasikan, setelah belajar tentu saja ia akan memahaminya. Sehingga hal ini bermanfaat bagi kehidupannya ke depan, ia dapat tahu ilmu sejak dini , tahu  cara penanggulangan penyakit, makanan bergizi, dan hal-hal lain yang terkait. Apalagi bagi remaja putri yang suatu saat akan menjadi seorang ibu, ia akan tahu sejak dini mengenai ibu dan anak. Dari sini terlihatlah salah satu upaya pencegahan yaitu terkait pemberian pengetahuan. Bagaimana bisa mencegah kalau tidak tahu? Kemudian yang kedua adalah bagi keluarganya, orang tua sekarang sangat was - was terhadap maraknya kasus kenakalan remaja, dengan anak remajanya menjadi kader Posyandu otomatis akan memberi wawasan kepada anak mereka tentang materi mengenai kesehatan reproduksi dan materi lain yang terkait. Ketiga adalah bagi teman-temannya, remaja merupakan masa dimana seseorang aktif mencari kawan. Remaja yang dibekali pengetahuan akan mentransfer ilmu yang dimiliki kepada teman-temannya. Keempat adalah bagi bangsa dan Negara, Negara kita membutuhkan generasi muda (remaja) yang cerdas dan berbudi luhur demi mendongkrak eksistensi Negara dan komponennya. Sehingga dengan remaja yang tahu sejak dini tentang kesehatan ibu dan anak, hal tersebut turut membantu upaya pemerintah dalam menurunkan kasus mengenai kesehatan ibu dan anak.
Posyandu Remaja (remaja sebagai kader Posyandu) ini memiliki peluang besar untuk diimplementasikan. Di setiap desa/kelurahan/RT ada remaja bukan? Apalagi di daerah Bali, ada yang dinamakan dengan Sekaa Truna Truni. Selain itu, barangkali di daerah-daerah lain  ada organisasi kemasyarakatan yang beranggotakan remaja. Dengan demikian, kita bisa menjaring para remaja dari organisasi-organisasi tersebut. Kalaupun tidak ada, remaja-remaja di sekitar wilayah setempat dapat diberdayakan. Perangkat desa bersama pihak terkait dapat memilih remaja-remaja yang berpotensi memberi penyuluhan kepada masyarakat. Perangkat desa dapat menyebar brosur maupun mengadakan pengumuman pada acara atau perkumpulan di desa masing-masing. Pemilihan remaja ini didasarkan pada kemauan remaja bersangkutan serta kemampuan yang dimilikinya. Bisa juga remaja yang ada pada suatu organisasi kemasyarakatan ditugaskan menjadi kader secara bergilir. Sebelum diterjunkan langsung pada Posyandu, tentu saja pihak terkait harus memberikan pembinaan kepada remaja-remaja yang ada. Pembinaan yang diberikan harus disesuaikan dengan waktu luang remaja mengingat remaja masih aktif dalam kegiatan sekolah. Disini desa harus bekerjasama dengan sektor-sektor yang menangani masalah kesehatan seperti Puskesmas (tenaga medis di Puskesmas) dan Bidan di desa untuk memberikan pembinaan kepada remaja. Pembinaan yang dilakukan dapat berupa pemberian materi, mengajarkan cara penyuluhan, mengajak observasi langsung pada kegiatan Posyandu, membantu kegiatan Posyandu yang ringan (mencatat, ikut menimbang, pemberian makanan tambahan, dan lain sebagainya). Setelah melakukan serangkaian pembinaan tersebut, barulah remaja ditugaskan untuk melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat. Tidak lupa, dalam proses pemberian penyuluhan remaja harus didampingi oleh kader yang lebih berpengalaman. Kegiatan tersebut dilakukan secara bergantian oleh remaja. Misalkan beberapa remaja memberi penyuluhan, remaja lain bertugas pada pos pendaftaran, catat - mencatat, menimbang dan lainnya. Sedangkan untuk tugas yang lebih sulit seperti memberi imunisasi jelas harus dilakukan oleh ahlinya seperti bidan. Perlu dicatat bahwa, pengimplementasian Posyandu Remaja ini bukan berarti mengganti seluruh kader menjadi remaja. Akan tetapi, remaja-remaja turut membantu kader yang ada dalam melaksanakan tugasnya dan tetap menyandang predikat “kader”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan remaja di masing-masing desa sebagai kader posyandu akan memiliki banyak keuntungan antara lain:
1.      Mendapat pengetahuan dan informasi kesehatan lebih dulu dan lebih lengkap.
2.      Membiasakan diri untuk menolong orang lain, berbicara di depan umum dan bersikap kritis atas permasalahan kesehatan yang ada.
3.      Citra diri meningkat di masyarakat sebagai orang terpercaya dalam bidang kesehatan.
4.      Membantu program pemerintah dalam bidang edukasi dan kesehatan.
5.      Potensi dan keterampilan remaja meningkat.
6.      Remaja mampu bersosialisasi di masyarakat.
7.      Meringankan beban kader wanita PKK yang memiliki kesibukan terkait dengan beban hidup (ekonomi, waktu luang dan lain sebagainya).
Melihat keuntungan-keuntungan tersebut, tidak ada salahnya pemerintah mencoba merealisasikan Posyandu Remaja ini. Menjadi kader merupakan kegiatan yang mulia karena mengabdi bagi masyarakat secara sukarela.
Beranjak dari hal tersebut, berbicara tidaklah semudah melakukan. Dalam pengimplementasiannya pasti akan terdapat banyak kejadian yang melenceng dari rencana. Namun, dengan adanya kemauan yang serius segala sesuatunya akan berjalan lancar. Sekiranya terdapat beberapa kendala yang dapat diprediksikan apabila Posyandu Remaja ini direalisasikan. Misalnya, apakah remaja mau menjadi kader? Jawabannya tentu saja apabila didasarkan atas paksaan remaja akan hengkang apalagi banyak remaja yang disibukkan oleh kegiatan sekolah. Kader remaja ini tentu saja bukan dari seluruh remaja di tempat yang bersangkutan. Dilakukan pemilihan dengan kriteria tertentu untuk menjadikannya sebagai kader. Sehingga, pihak terkait harus meyakinkan bahwa kegiatan ini memang bermanfaat bagi kader. Dapat pula kegiatan Posyandu Remaja ini dikaitkan dengan kegiatan pada Sekaa Teruna Teruni yang ada. Kedua, akan banyak cemoohan dan sikap remeh dari peserta Posyandu terhadap remaja yang umurnya jauh di bawah dan sudah berani menyampaikan hal-hal yang belum pernah dialaminya. Contohnya tentang KB, masa kehamilan, melahirkan dan lain sebagainya. Anggapan seperti itu memang kerap kali terjadi, sehingga solusinya adalah remaja yang melakukan kegiatan-kegiatan Posyandu tetap didampingi oleh kader yang lebih berpengalaman. Selain itu, perlu diyakinkan bahwa si kader tidak bermaksud menggurui tetapi hanya membagikan informasi penting yang berguna bagi peserta Posyandu. Untuk kelancaran pelaksanaan Posyandu Remaja ini pemerintah perlu turut serta mendukung dan memfasilitasi. Mungkin dengan memberi apresiasi berupa penghargaan kepada para remaja yang menjadi kader Posyandu.

Akhir kata saya selaku penulis berharap apa yang saya sampaikan melalui esai ini bermanfaat. Sehingga, hendaknya kita bisa menelaah peribahasa “Tak Ada Rotan Akarpun Jadi” yang artinya bisa memanfaatkan apa yang ada. Sama halnya dengan kita bisa memanfaatkan dalam arti memberdayakan remaja sebagai kader Posyandu. Berdayakanlah potensi yang dimiliki bangsa kita yaitu remaja. Sehingga dengan diberdayakannya remaja menjadi kader Posyandu akan tercipta remaja yang peduli dengan kesehatan terutama kesehatan ibu dan anak.

1 komentar: